selamat membaca

 selamat membaca 

semoga sukses

semoga sukses
Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PENGENDALIAN SOSIAL

-->

PENGENDALIAN SOSIAL
A.    PENGERTIAN PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial merupakan mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma dan nilai yang melembaga. Sedangkan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1.      Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial merupakan istilah kolektif yang merujuk pada sejumlah proses yang direncanakan maupun tidak untuk mendidik, membujuk, atau memaksa individu agar mematuhi nilai dan norma dalam kelompoknya.
2.      Peter L. Berger
Pengendalian sosial diartikan sebagai berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang.
3.      Soerjono Soekanto
Pengendalian sosial mencakup proses pengendalian atau pengawasan, menilai perilaku, menerapkan hukuman, proses penindakan.

B.     JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
a.       Berdasarkan sifat dan tujuannya yakni :
·         Pengendalian sosial secara preventif yaitu upaya pencegahan dengan menciptakan situasi dan kondisi yang baik agar tidak tidak terjadi atau memungkinkan terjadinya pelanggaran dan penyimpangan. Contohnya seperti menanamkan sopan santun, tata krama, disiplin dsb.
·         Pengendalian sosial secara represif adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang bertujuan menyadarkan pihak yang berprilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial. Contohnya seperti pemberian sanksi kepda siswa yanf melanggar tata tertib.
·         Pengendalian sosial gabungan adalah pengendalian yang bertujuan untuk mencegah terjadi pemyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan peyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Contohnya untuk mengawasi agar siswa tidak bolos pada jam pelajaran, sekolah memberlakukan piket (preventif), jika ternyata ada siswa yang bolos walaupun sudah dicegah untuk mengembalikan ketertiban akibat perbuatannya tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku (represif).
b.      Pengendalian resmi dan tidak resmi.
·         Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.
·          Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat, dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas.
c.       Pengendalian Institusional dan Pengendalian Berpribadi.
·         Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Contohnya di sebuah lembaga pesantren yang mengelola sejumlah besar santri, dengan sendirinya cara berpikir, bertindak, berpakaian, dan bergaul para santri itu mengikuti pola-pola yang berlaku dalam lembaga tersebut.
·         Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal.


C.     KARAKTERISTIK PENGENDALIAN SOSIAL
Proses pengendalian sosial memiliki sejumlah karakteristik umum yaitu:
1.      Pengendalian sosial dimaksudkan untuk mencapai keseimbangan sosial ( social equilibrium) dalam masyarakat.
2.      Pengendalian sosial dapat dilakukan melalui institusi, yakni lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat, seperti lembaga pendidikan, hukum, agama, politik, ekonomi, dan keluarga. atau, bisa juga non institusi sosial yang ada, seperti oleh individu atau kelompok massa yang tak saling mengenal. Cara pengendalian non institusi seringkali menggunakan kekerasan serta bersifat tidak resmi.
3.      Bentuk pengendalian sosial dapat berupa pemidanaan, kompensasi, terapi, dan konsiliasi.
4.       Pengendalian sosial tidak berdiri sendiri di dalam wujudnya yang murni, tetapi merupakan kombinasi antara pemidanaan, kompensasi, terapi, dan konsiliasi.
5.      Adanya sistem pengendalian sosial yang baik bukannya lantas menjamin bahwa takkan terjadi penyimpangan ataupun pelanggaran nilai dan norma dalam masyarakat.
6.      Suatu sistem pengendalian sosial dapat digunakan untuk menciptakan keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dan keadilan.

D.    TUJUAN DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Adapun tujuan dan fungsi pengendalian sosial antara lain:
1.      Untuk mencapai keserasian dan harmoni antara stabilitas dengan perubahan dalam masyarakat.
2.      Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.
3.      Memberikan imbalan (reward) kepada warga yang menanti norma dan hukuman (punishment) bagi pelaku pelanggaran.
4.      Mengembangkan rasa malu bila melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma yang berlaku.
5.      Menimbulkan rasa takut dengan menggunakan ancaman sanksi dan kekuasaan.
6.       Menciptakan sistem hukum
Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi pengendalian sosial adalah untuk menegakkan nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat agar dapat dijadikan pedoman berperilaku dan berupaya memulihkan ketidakseimbangan sosial akibat perilaku menyimpang.

E.     TEKNIK PENGENDALIAN SOSIAL
Ada sejumlah teknik yang lazim digunakan dalam pengendalian sosial diantaranya yaitu:
1.      Desas-desus (gosip)
Merupakan kabar burung atau kabar angin yang kebenarannya sulit dipercaya, Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi.
2.      Teguran
Merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan.
3.      Hukuman (punishment)
Adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh pengadilan. Sedangkan pada lembaga non formal oleh lembaga Adat.
4.      Pendidikan
Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsanya. Seseorang yang memiliki prestasi tertentu di dunia pendidikan akan merasa segan serta enggan apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang.
5.      Agama
Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk agama, seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan.
6.      Kekerasan fisik
Kekerasan fisik biasa saja dijalankan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah mengalami kegagalan. Namun, pada banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melalui bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu.

F.      LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL
Peranan lembaga sosial atau pranata sosial dalam pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat adalah sangat besar dan dibutuhkan, khususnya terhadap perilaku yang menyimpang demi keseimbangan sosial. Lembaga sosial merupakan wadah atau tempat dari aturan-aturan khusus, wujudnya berupa organisasi atau asosiasi. Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota masyarakat agar hidup aman, tentram dan harmonis. Jadi peranan pranata sosial sebagai pedoman kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan sosial. Pranata sosial merupakan kesepakatan tidak tertulis namun diakui sebagai aturan tata perilaku dan sopan
santun pergaulan. Contoh: kalau makan tidak berbunyi, di Indonesia pengguna jalan ada di kiri badan jalan, tidak boleh melanggar hak orang lain, dan sebagainya.
Jadi lembaga sosial bersifat konkret, sedangkan pranata sosial bersifat abstrak, namun keduanya saling berkaitan. Pranata sosial atau lembaga sosial apa yang terdapat dalam masyarakat yang dipakai sebagai pengendalian sosial? Pengendalian sosial itu dapat dilakukan oleh:
1.      Polisi
Polisi sebagai aparat negara, bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Peran Polisi bukan hanya menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku pelanggaran ke instansi lain seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan mengadakan penyuluhan terhadap orang yang berperilaku menyimpang dari hukum.
2.      Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.
3.      Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat radisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.
4.      Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat diharapkan menjadi teladan, pembimbing, penasehat dan petunjuk.Ada dua macam toko masyarakat:
a.       tokoh masyarakat formal, misalnya Presiden, Ketua DPR/MPR, Dirjen, Bupati, Lurah, dsb
b.       tokoh masyarakat informal, misalnya pimpinan agama, ketua adat,pimpinan masyarakat.
SUMBER:
Fritz, Damanik. 2006. Seribupena Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Kun Maryati. 2004. Sosiologi SMA Kelas X. Jakarta: Esis.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERILAKU MENYIMPANG

-->

PERILAKU MENYIMPANG
A.    PENGERTIAN PERILAKU MENYIMPANG
Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.
Berikut beberapa teori yang menyatakan bahwa penyimpangan adalah perilaku yang didefinisikan secara sosial.
1.      Korblum
Penyimpangan tidak hanya dapat dikategorikan kepada individu atau masyarakat dengan kategori deviance (penyimpangan) dan deviant (penyimpang), tetapi akan dijumpai pula yang disebut dengan institusi menyimpang atau deiant institution. Contoh yang dikemukakan oleh Korblum terkait dengan organized crime atau kejahatan terorganisir seperti sindikat pengedaran narkoba.
2.      James W. Van der Zanden
Penyimpangan perilaku merupakan tindakan yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi
3.      Robert M.Z Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial.
4.      Soerjono Soekanto
Perilaku menyimpang dapat dimaknai sebagai kecenderungan untuk menyimpang dari suatu norma atau tidak patuh terhadap suatu norma tertentu.
5.      Tuti Budi Rahayu
perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, ataupun norma sosial yang berlaku.
Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang (Narwoko, 2006), antara lain:
1.      Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya, memakai sandal butut ke acara resmi, membolos sekolah, merokok di area bebas rokok, membuang sampah sembarangan, dan sebagainya.
2.      Tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. bentuk tindakannya seperti, menarik diri dari pergaulan, menolak untuk berteman, keinginan bunuh diri, dan lain sebagainya.
3.      Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang secara nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya
4.      Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan secara nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya.

B.     FAKTOR UMUM PENYEBAB PERILAKU MENYIMPANG
Secara umum ada sejumlah faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang dalam masyarakat, antara lain:
1.      Longgar atau tidaknya nilai dan norma
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar salah menurut pengertiannumum, melainkan berdasarkan ukuran longgar tidaknya nilai dan norma sosial masyarakat. Nilai dan norma sosial mayarakat yang satu berbeda dengan nilai dan norma masyarakat lain. misalnya hidup bersama tanpa ikatan perkawinan (kumpul kebo) di Indonesia dianggap penyimpangan, namun di masyarakat Barat merupakan hal yang biasa.
2.      Sosialisasi yang tidak sempurna
Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contohnya, dalam keluarga, orangtua idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi teladan. Namun kadangkala yang terjadi, orang tua justru memberi contoh yang salah, seperti merokok atau berkata kasar. Anak yang melihatnya sangat mungkin akan mengikuti perilaku menyimpang.
3.      Sosialisasi sub kebudayaan menyimpang
Perilaku menyimpang dapat juga terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub kebudayaan menyimpang, yaitu sesuatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan atau pada umunya. Contoh, masyarakat yang tinggal di lokalisasi prostitusi, masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, serta melakukan perbuatan asusila. Hal itu oleh masyarkat umum dianggap perilaku menyimpang.

C.     BENTUK DAN SIFAT-SIFAT PERILAKU MENYIMPANG
Menurut Edwin M. Lemert (1951), perilaku menyimpang dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu:
1.      Perilaku Menyimpang Primer (primary deviation) yaitu penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih diterima masyarakat. Ciri-ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang, dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
2.      Perilaku Menyimpang Sekunder (secondary deviation) yaitu penyimpangan yang dilakukan secara terus menerus, penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat sebab sudah mengarah pada tindak kejahatan atau kriminalitas.
Sedang berdasarkan sifat penyimpangan, yaitu penyimpangan yang bersifat positif dan penyimpangan yang bersifat negatif.
1.      Penyimpangan yang bersifat positif
Adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif. Penyimpangan demikian umumnya dapat diterima masyarakat karena sesuai dengan perubahan zaman. Contoh, emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan banyak wanita karier.
2.      Penyimpangan yang bersifat negatif
Dalam penyimpangan ini, pelaku bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk serta mengganggu sistem sosial. Tindakan dan pelakunya akan di dicela dan tidak diterima oleh masyarakat. Bobot penyimpangan dapat diukur menurut kaidah sosial yang dilanggar.
Contoh:
a.       Seseorang yang terbukti melakukan pembunuhan setelah diproses melalui pengadilan dapat diancam hukuman minimal delapan tahun penjara.
b.      Seseorang yang terbukti melakukan perkosaan dan pembunuhan yang direncanakan dapat dijatuhi hukuman seumur hidup.
c.       Seorang koruptor selain harus mengembalikan kekayaan yang dimilikinya kepada negara, juga tetap dikenakan hukuman penjara.





D.    MACAM-MACAM PERILAKU MENYIMPANG
Perilaku menyimpang dapat kita golongkan atas tindakan kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk pemakaian, dan pengedaranobat terlarang, serta penyimpangan dalam gaya hidup.
1.      Tindakan kriminal atau kejahatan
Tindak kriminal maupun kejahatan umumnya bertentangan dengan norma sosial, dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Yang termasuk ke dalam tindakan kriminal antara lain: pencurian, penganiayaan, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan perampokan. Tindakan kejahatan ini biasanya menyebabkan pihak lain kehilangan harta benda, cacat tubuh bahkan kehilangan nyawa. Tindak kejahatan mencakup pula semua kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan negara, seperti korupsi, makar, subversi, dan terorisme.
Emile Durkheim menyebut penyimpangan sebagai kejahatan, sedangkan ahli sosiologi lain membuat klasifikasi berbeda. Light, Keller, dan Calhoun membdedakan tipe kejahatan menjadi empat yaitu:
a.       Kejahatan tanpa korban (crime without victim)
Kejahatan ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain. Contoh perbuatan berjudi, penyalahgunaan obat bius, mabuk-mabukan, hubungan seks yang tidak sah yang dilakukan secara sukarela oleh orang dewasa. Meskipun tidak membawa korban, perilaku-perilaku ini tetap dogolongkan sebagai perilaku menyimpang oleh masyarakat. Kejahatan seperti ini dapat mengorbankan orang lain apabila menyebabkan tindakan negatif lebih lanjut misalnya, seseorang ingin berjudi tapi karena tidak memiliki uang lalu mencuri harta orang lain, atau perilaku seks yang menimbulkan HIV/AIDS dan menularkannya pada orang lain.
b.      Kejahatan terorganisasi (organized crime)
Pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Misalnya komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur, perjudian gelap, penadah barang curian, atau peminjaman uang dengan bunga tinggi (rentenir). Kejahatan terorganisasi yang melibatkan hubungan antarnegara disebut kejahatan terorganisasi transnasional. Contoh penjualan bayi ke luar negeri, penjualan perempuan ke Jepang atau Thailand, atau jaringan narkoba internasional.
c.       Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan ini merupakan tipe kejahatan yang mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya. Contoh, penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan oleh pemilik perusahaan, atau pejabat negara yang melakukan korupsi.
d.      Kejahatan korporat (corporate crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misalnya, suatu perusahaan membuang limbah racun ke sungai dan mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.
2.      Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Beberapa jenis penyimpangan seksual antara lain perzinahan, lesbianisme, homoseksual, kumpul kebo, sodomi, transvestitisme, sadisme, dan pedophilia.
a.       Perzinahan adalah hubungan seksual di luar nikah
b.      Lesbianisme adalah hubungan seksual yang dilakuakn oleh sesama wanita
c.       Homoseksual adalah hubungan seksual yang dilakuakn oleh sesama laki-laki
d.      Kumpul kebo adalah hidup seperti suami istri tanpa nikah
e.       Sodomi adalah hubungan seks melalui anus
f.       Transvestitisme adalah memuaskan keinginan seks dengan mengenakan pakaian lawan jenis
g.      Sadisme adalah pemuasan seks dengan menyakiti orang lain
h.      Pedophilia adalah memuaskan keinginan seks dengan mengadakan kontak seksual dengan anak-anak.
3.      Pemakaian dan Pengedaran Obat Terlarang
Penyimpangan dalam bentuk pemakaian dan pengedaran obat terlarang merupakan bentuk penyimpangan dari nilai dan norma sosial maupun agama. Akibat negatifnya bukan hanya pada kesehatan fisik dan mental seseorang, tetapi lebih jauh pada eksistensi sebuah negara. Sebuah negara yang terdiri dari manusia-manusia yang memiliki kesehatan mental dan fisik yang rendah tidak akan mampu berkompetensi dengan negara-negara lain yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi. contoh obat terlarang adalah narkotika (ganja, candu, putaw), psikotropika (estasy, amphetamine, magadon), dan alkohol.
Penyalahgunaan obat-obat terlarang memang lebih banyak terjadi pada kaum remaja karena perkembangan emosi mereka yang belum stabil, cenderung ingin mencoba, kepribadian yang cenderung asosial (tidak mempertimbangkan orang lain, kondisi kecemasan atau depresi, situasi keluarga yang tidak harmonis, salah memilih teman, obat-obatan mudah diperoleh, dan sebagainya.
Menurut Dr. Graham Baliance, kaum remaja lebih mudah terjerumus pada penggunaan anrkotika karena faktor-faktor berikut:
a.       Ingin membuktikan keberanian dalam melalukan tindakan berbahaya seperti kebut-kebutan, berkelahi, dan mengancam.
b.      Ingin menunjukkan tindakan menentang orangtua yang otoriter atau siapa saja yang dianggap tidak sepaham dengan dirinya.
c.       Ingin melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman emosional
d.      Ingin mencari dan menemukan arti hidup
e.       Ingin mengisi kekosongan dan kebosanan (tidak memiliki banyak aktivitas di luar sekolah)
f.       Ingin menghilangkan kegelisahan
g.      Solidaritas diantara kawan
h.      Ingin tahu dan iseng
4.      Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari biasanya antara lain sikap arogansi dan eksentrik. Sikap arogansi antara lain kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Sikap arogansi bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin menutupi kekurangan yang dimilikinya. Sikap eksentrik ialah perbuatan yang menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh, seperti anak laki-laki memakai anting-anting atau benda lainnya yang biasa dikenakan wanita, atau seniman dan penuda yang berambut panjang.

E.     TEORI-TEORI PERILAKU MENYIMPANG
1.      Teori differential association (Edwin H. Sutherland). Edward memandang bahwa perilaku menyimpang bersumber pada pergaulan yang berbeda (diffrential assosiation), artinya seorang individu mempelajari suatu perilaku meyimpang dan interaksinya dengan seorang individu yang berbeda latar belakang asal, kelompok, atau budaya.
Apabila diperinci, asosiasi difrensial memiliki sembilan perposisi, antara lain:
1.      Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses belajar atau yang dipelajari
2.      Perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksinya dengan orang lain.
3.      Perilaku menyimpang terjadi dalam kelompok personal yang intim dan akrab.
4.      Hal-hal yang dipelajari dalam proses terbentuknya perilaku menyimpang adalah teknis teknis penyimpangan dan petunjuk khusus tentang motif perilaku menyimpang.
5.      petunjuk petunjuk tsb. Dipelajari dari definisi norma yang babik atau buruk.
6.      seorang yang melakukan penyimpangan karena lebih menguntungkan bila ia melakukan penyimpangan.
7.      Terbentuknya asosiasi difrensial bervariasi.
8.      perilaku menyimpang melibatkan seluruh mekanisme yang berlaku dalam proses belajar.
9.      perilaku menyimpang tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan dan nilai umum.

2.      Teori Labeling
Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas. Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (seperti alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang bukan perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-perpektif labeling, kontrol dan konflik adalah contoh-contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan.

Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
3.      Teori Anomie
Teori anomi adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori anomi menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya. Robert K merton : mengkaji pada jenjang makro yaitu pada jenjang stuktur sosial:
a.       Konformitas : pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan masyarakat.
b.      Inovasi : terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai dengan
nilai2 budaya dan diidam2kan masyarakat tetapi menolak norma2 atau kaidah2 yang berlaku.
c.       Ritualisme :Terjadi apabila seseorang menerima cara - cara yang diperkenankan secara kultural tetapi menolak tujuan - tujuan kebudayaan.
d.      Retreatism (pengasingan diri) : timbul apabila seseorang menolak tujuan – tujuan yang disetujui maupun cara2 pencapaian tujuan itu.
e.       Rebellion (pemberontakan) : terjadi apabila orang menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain.
4.      Teori Kontrol
Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang.

5.      Teori Konflik
Teori konflik adalah pendekatan terhadap penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Ia adalah teori penjelasan norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri karena alasan moral dan agama.








  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS